Beliau mempersilakan kami untuk duduk. Tak lama kemudian kami disuguhi dengan gorengan dan teh hangat. Lantas salah satu dari kami membuka obrolan. Karena saat itu dekat dengan Hari Pahlawan, maka obrolan kami tidak jauh dari kata "pemuda". Kami bertanya banyak hal, mulai dari perbedaan pemuda zaman dulu dengan pemuda sekarang, sampai peran pemuda dalam memajukan masyarakat. Beliau menjawab pertanyaan kami dengan sabar, sambil sesekali meminta kami untuk menikmati suguhannya.
Menurut beliau, apa yang dihadapi pemuda tahun 1945 berbeda dengan tahun 2015. Pemuda zaman sekarang tidak lagi menghadapi serdadu Inggris atau Belanda, melainkan kemiskinan dan kebodohan. Pemuda, terutama mahasiswa, memiliki andil dalam mengentaskan kemiskinan dan kebodohan di masyarakat. Mahasiswa dikaruniai otak yang cerdas. Dengan itu, mahasiswa mampu mencari solusi dari masalah yang ada di masyarakat. Atau mungkin mahasiswa bisa memberi les gratis kepada adik-adik SD, SMP, atau SMA. Terbukti dari les yang difasilitasi oleh teman-teman mahasiswa, ada beberapa putra-putri warga Medokan yang bisa melanjutkan studinya hingga perguruan tinggi.
Selain itu, mahasiswa bisa membuat suatu sistem atau teknologi yang mampu mengangkat derajat hidup masyarakat. Bila teknologi itu membutuhkan biaya, teman-teman mahasiswa dipersilakan untuk membuat proposal. Menurut Pak Pojo, ide-ide dari mahasiswa untuk masyarakat memang luar biasa. Namun alasan yang biasa diungkapkan oleh mahasiswa adalah terkendala biaya. Padahal apabila teman-teman mahasiswa mau sedikit berusaha, membuat proposal untuk permohonan dana, maka biaya bukan lagi halangan.
Sebelum kami pulang, Pak Pojo menyampaikan satu kalimat terakhir: "Ingat kembali tri dharma perguruan tinggi, terutama poin ketiga, yaitu pengabdian kepada masyarakat."
No comments:
Post a Comment