Pages

Monday, February 16, 2015

Aksi Teatrikal

Dalam rangka menolak Hari Valentine, LMI (Lembaga Manajemen Infaq) Surabaya mengadakan aksi di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Aksi yang dilancarkan oleh LMI Surabaya adalah orasi, bagi-bagi sarung dan kerudung gratis, serta aksi teatrikal. Untuk aksi teatrikal, LMI Surabaya menyerahkannya kepada kami, santri-santri Mahad Ukhuwah Islamiyah (Mahad UI).

Yang bisa ikut aksi teatrikal hanya empat orang: aku, Mas Irul, Darori, dan Taufik. Lainnya kuliah. Dalam aksi teatrikal tersebut, Taufik bertugas sebagai narator, Mas Irul berperan sebagai laki-laki jahat, Darori sebagai laki-laki baik, dan aku sebagai... perempuan. Ya, sebenarnya aku tidak suka bermain peran sebagai perempuan. Alasan aku dipilih untuk memerankan karakter perempuan adalah karena aku tidak berjenggot. Padahal aku punya jenggot, meskipun hanya satu helai. Pada akhirnya, aku hanya bisa menerima semua ini dengan pasrah.


Mulanya, aku takut kalau harus dirias seperti perempuan. Ternyata dugaanku salah. Aku memakai topeng yang sudah didandani menor, dengan begini identitasku tidak akan terungkap. Lalu masalah datang dari rambut. Aku harus memiliki rambut yang panjang. Mas Irul punya ide dengan membuat rambut palsu dari tali rafia, dan warnanya biru. Bisa ditebak kalau aku memakainya, aku mirip Jenita Janet. Setelah meditasi semalam, aku memutuskan untuk memakai sarung. Jangan salah, aku pernah iseng meniru berhijab pakai sarung dari Youtube.

Sampai di depan KBS, kami langsung sembunyi di balik tanaman perdu, merias wajah tentunya. LMI Surabaya masih melakukan orasi ketika itu. Mas Irul dan Darori memutihkan wajah, menghitamkan mata, dan memerahkan seringainya. Sekarang mereka mirip Joker. Sedangkan Taufik memakai topeng setengah muka, tanpa riasan. Aku sendiri bertopeng menor, dan berkerudung merah kotak-kotak (baca: sarung). Kesan perempuan yang aku perankan sepertinya kurang, karena aku memakai sepatu yang biasa aku pakai kuliah, bukan sepatu wedges.

Saat yang dinanti telah tiba. Kami melakukan aksi teatrikal, ditonton oleh para pengguna jalan raya. Kami bergerak sesuai skenario. Aku sendiri kesulitan memerankan sosok perempuan. Ternyata sangat sulit menirukan bagaimana perempuan berjalan, tersipu malu, atau menerima hadiah. Aku berharap drama ini segera berakhir. Ada rasa malu, tetapi ada pula rasa bangga, karena kesempatan seperti ini memang jarang terjadi.


No comments:

Post a Comment